Friday, January 9, 2015

Asal-Usul Minangkabau dan Peranannya dalam Sriwijaya & Majapahit Bag 2

Asal-usul Minangkabau menurut Sejarah
Untuk menelusuri kapan gerangan nenek moyang orang Minangkabau itu datang ke Minangkabau, perlu dibicarakan mengenai peninggalan lama seperti megalit yang terdapat di Kabupaten Lima Puluh Kota dan tempat-tempat lain di Minangkabau yang telah berusia ribuan tahun. Di Kabupaten Lima Puluh Kota peninggalan megalit ini terdapat di Nagari Durian Tinggi, Guguk, Tiakar, Suliki Gunung Emas, Harau, Kapur IX, Pangkalan, Koto Baru, Mahat, Koto Gadan, Ranah, Sopan Gadang, Koto Tinggi, Ampang Gadang.



Seperti umumnya kebudayaan megalit lainnya, berawal dari zaman batu tua dan berkembang sampai ke zaman perunggu. Kebudayaan megalit merupakan cabang kebudayaan Dongsong. Megalit seperti yang terdapat disana juga tersebar ke arah timur, juga terdapat di Nagari Aur Duri di Riau. Semenanjung Melayu, Birma dan Yunan. Jalan kebudayaan yang ditempuh oleh kebudayaan Dongsong. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa kebudayaan megalit di Kabupaten Lima Puluh Kota sezaman dengan kebudayaan Dongsong dan didukung oleh suku bangsa yang sama pula.


Menhir-menhir di cagar budaya Bawah Parit yang merupakan lokasi menhir terbesar dari 7 situs menhir di Nagari Mahat. Lebih dari 348 Menhir berdiri tegak di sini Bentuknya pun macam-macam. Ada yang berbentuk pedang, tanduk maupun kepala manusia. Menurut penelitian para ahli, menhir-menhir ini telah ada sejak Periode Neolitikum yaitu sekira 2500-1500 tahun sebelum Masehi.

Menurut para ahli bahwa pendukung kebudayaan Dongsong adalah bangsa Austronesia yang dahulu bermukim di daerah Yunan, Cina Selatan. Mereka datang ke Nusantara dalam dua gelombang. Gelombang pertama pada Zaman Batu Baru (Neolitikum) yang diperkirakan pada tahun 2000 sebelum masehi. Gelombang kedua datang kira-kira pada tahun 500 SM, dan mereka inilah yang diperkirakan menjadi nenek moyang bangsa Indonesia sekarang.

Pakaian Minang dan suku Dong di Yangshuo dan Guilin
Bangsa Austronesia yang datang pada gelombang pertama ke nusantara ini, disebut oleh para ahli dengan bangsa Proto Melayu (Melayu Tua), yang sekarang berkembang menjadi suku bangsa Barak, Toraja, Dayak, Nias, Mentawai, Kubu dan lain-lain. Mereka yang datang pada gelombang kedua disebut Deutero Melayu (Melayu Muda) yang berkembang menjadi suku bangsa Minangkabau, Jawa, Makasar, Bugis dan lain-lain. Dari keterangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa nenek moyang orang Minangkabau adalah bangsa melayu muda dengan kebudayaan megalit yang mulai tersebar di Minangkabau kira-kira tahun 500 SM sampai abad pertama sebelum masehi yang dikatakan oleh Dr. Bernet Bronson.

Perpindahan ini berjalan bertahun-tahun bahkan berabad-abad. Dua kelompok ini sama-sama mempunyai ikatan matrilinear. Ada kelompok yang mencari aliran sungai. Pada saat perpindahan ini apa yang terjadi di belahan dunia yang sudah lama memasuki zaman logam antara lain dapat kita jelaskan sebagai berikut :

India berkembang agama budha yang dibawa Sidharta Gautama (563-483 SM). Gautama adalah putera Raja Sudhodana dari kerajaan Kavilawastu yang wilayahnya meliputi Nepal, Bhutan dan Sikkin, 1600 SM di India sudah pula berkembang agama Hindu (mahabratha). China di kala itu dikuasai Dinasti Chou tahun 1050-256 SM waktu itu hidup filosof Konfutse, Laotse dan Mengtse

Kedua daerah itu adalah tempat turunnya ras detro malayu termasuk Minangkabau, dapat dipastikan gelombang ke 2 yang datang 500-400 SM beragama Budha dan Hindu, dilihat secara kontekstual kemungkinan mereka yang turun dari Burma, Kamboja dan Thailand sebagai embrio suku besar melayu di Minangkabau (suku melayu di Minangkabau adalah Melayu, Bendang, Kampai, Mandahiling dan Panai) dan mereka yang datang dari India Selatan (pantai timur) adalah embrio suku Jambak, Pitopang, Salokutiannyia, Bulukasok dan Banuhampu atau sebaliknya, namun kedua kelompok ini disebut sebagai Melayu Continental.

Dalam rentang waktu 500-400 SM itu mereka telah membentuk kekuasaan budaya seperti raja gunung dan raja sungai. Agama Budha sudah dikembangkan pada saat itu. Mungkin saja pada periode ini mereka sudah sampai ke hulu Batang Kampar, hulu Batang Rokan, hulu Batanghari dan hulu sungai lainnya.

Situasi kehidupan masyarakat waktu itu hidup dengan berdagang, sawah dan mulai berkembang pertambangan emas dan hasil hutan lainnya,

Kredit: Aswilnazir.com
Ada pertanyaan dengan apa mereka menyelusuri dataran tinggi Minagkabau jawabannya adalah dengan kerbau, karena agama yang dianutnya perlu menyayangi binatang kerbau, gajah, lembu, sehingga dari kerbau ini mereka dapat mengembangkan permainan rakyat melalui adu kerbau. Dr Nooteboom memperkuat alasan tentang kegiatan berlayar yang dimiliki oleh ahli Yunani zaman purba Strabo dan Pilinius bukanlah Srilangka akan tetapi adalah Sumatera atas dasar itu Dr Nooteboom (pengikut zulkarnain) ketika ia berlabuh di India berarti sudah ada hubungan Minangkabau dengan India berkenaan waktunya adalah 336 SM.

Jika pendapat diatas ini kita hubungkan dengan apa yang diceritakan oleh Tambo mengenai asal-usul orang Minangkabau kemungkinan cerita Tambo itu ada juga kebenarannya.








Asal Usul Kata Melayu dan Minangkabau
Prof.Dr.Husain Naimar, guru besar antropologi Universitas Madras menerangkan bahwa kata melayu berasal dari bahasa Tamil. Malai berarti gunung, malaiur adalah suatu suku bangsa pegunungan dan sebutan malaiur fonetis menjadi melayu. Penduduk sebelah pesisir selatan pegunungan Dekkan adalah orang malabar,orang minangkabau menyebutnya malabari. Malayalam adalah bahasa yang dipergunakan oleh suku bangsa dravida yang mendiami pegunungan. Di minangkabau menurut penelitian Prof.Husein Naimar banyak terdapat kata-kata tamil dan sanskerta hal ini membuktikan adanya hubungan sejarah antara Minangkabau dan Malabar.


Di Malabar pun sistem masyarakatnya juga menurut garis keibuan dan pusako tinggi turun dari mamak ke kemanakan. Prof. Yean quisiner dari salah satu universitas di Perancis meneliti ke minangkabau, mendapatkan adanya hubungan antara Minangkabau dengan Burma, Muangthai, Kamboja dan Vietnam bukti adanya hubungan terlihat dari kata pagaruyung paga (suku matriakat seperti juga dijumpai pada suku khazi, malabar dan lainnya) "ru" artinya pusat "yung" (danyun) artinya kerapatan, jadi Pagaruyung dapat diartikan pusat kerapatan suku yang menganut sistem keibuan. Durian ditakuak rajo adalah perobahan fonetik dari Durum patakai raya.

Du : kata bilangan dua/seluruhnya
Rum : kerekel/pasir
Pataka : dataran pantai
Raya : luas/besar


Asal-usul Nama Minangkabau 
~ Prof Van de Tuuk menerangkan bahwa Minangkabau asalnya dari Pinang Khabu yang
artinya tanah asal

~ Prof Dr Husein Naimar menyatakan bahwa Minagkabau adalah perubahan fonetik dari
menonkhabu bahsa tamil yang artinya tanah pangkal

~ Drs Zuhir Usman bahwa di dalam hikayat raja-raja Pasai Minagkabau diartikan menang
adu kerbau

~ Hal ini mendapat bantahan dari Prof. Dr. Purbacaraka karena bersifat legenda.
Beliau mengatakan bahwa Minagkabau berasal dari Minanga tamwan artinya pertemuan dua
muara sungai.



Minang berasal dari Kerajaan Minanga asal dari Raja pertama Sriwijaya?
Minanga merupakan salah satu nama dari Kerajaan Melayu yang telah muncul pada tahun 645. Berita tentang keberadaan kerajaan ini didapat dari buku T'ang-Hui-Yao yang disusun oleh Wang p'u pada tahun 961 masa Dinasti Tang, dimana kerajaan ini mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 645 untuk pertama kalinya. Kemudian didukung oleh Prasasti Kedukan Bukit yang bertarikh 683.

Menurut Prasasti Kedukan Bukit berangka tahun 605 saka (683 masehi), menceritakan seorang Raja bergelar Dapunta Hyang melakukan Siddhayatra (perjalanan suci) dengan naik perahu. Ia berangkat dari Minanga Tamwan dengan membawa satu armada dengan kekuatan 20.000 bala tentara menuju ke Matajap dan menaklukan beberapa daerah.

Prasasti Talang Tuwo
Beberapa prasasti lain yang ditemui juga menceritakan Siddhayatra dan penaklukkan wilayah sekitar oleh Sriwijaya, yaitu prasasti yang ditemukan di Kota Kapur di Pulau Bangka (686 masehi), Karang Brahi di Jambi Hulu (686 masehi) dan Palas Pasemah di selatan Lampung, semua menceritakan peristiwa yang sama. Dari keterangan prasasti-prasasti ini, dapat disimpulkan bahwa Dapunta Hyang mendirikan Kerajaan Sriwijaya setelah mengalahkan musuh-musuhnya di Jambi, Palembang, Selatan Lampung dan Pulau Bangka, dan bahkan melancarkan serangan ke Bhumi Jawa yang mungkin menyebabkan keruntuhan kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat.

Slamet Muljana mengaitkan Dapunta Hyang di dalam Prasasti Kedukan Bukit sebagai "Sri Jayanasa", karena menurut Prasasti Talang Tuwo yang berangka tahun 684 masehi, Maharaja Sriwijaya ketika itu adalah Sri Jayanasa. Karena jarak tahun antara kedua prasati ini hanya setahun, maka kemungkinan besar "Dapunta Hyang" di dalam Prasasti Kedukan Bukit dan "Sri Jayanasa" dalam Prasasti Talang Tuwo adalah orang yang sama.

Prasasti kedukan Bukit
Prasasti Kedukan Bukit

1. Swasti, sri. Sakawarsatita 605 ekadasi su-
2. klapaksa wulan Waisakha Dapunta Hyang naik di
3. samwau mangalap siddhayatra. Di saptami suklapaksa
4. wulan Jyestha Dapunta Hyang marlapas dari Minanga
5. tamwan mamawa yang wala dua laksa dangan kosa
6. dua ratus cara di samwau, dangan jalan sariwu
7. telu ratus sapulu dua wanyaknya, datang di Mukha Upang
8. sukhacitta. Di pancami suklapaksa wulan Asada
9. laghu mudita datang marwuat wanua .....
10. Sriwijaya jayasiddhayatra subhiksa


Terjemahan dalam bahasa Indonesia modern:
1. Bahagia, sukses. Tahun Saka berlalu 605 hari kesebelas
2. paroterang bulan Waisaka Dapunta Hyang naik di
3. perahu melakukan perjalanan. Di hari ketujuh paroterang
4. bulan Jesta Dapunta Hyang berlepas dari Minanga
5. tambahan membawa balatentara dua laksa dengan perbekalan
6. dua ratus koli di perahu, dengan berjalan seribu
7. tiga ratus dua belas banyaknya, datang di Muka Upang
8. sukacita. Di hari kelima paroterang bulan Asada
9. lega gembira datang membuat wanua .....
10. Perjalanan jaya Sriwijaya berlangsung sempurna

Timbul setumpuk pertanyaan:
1. Benarkah Minanga sekarang disebut Minang?
2. Benarkah Minanga merupakan asal dari Dapunta Hyang (raja pertama Sriwijaya), ataukah hanya daerah taklukan Sriwijaya?
3. Apakah arti kalimat ‘marwuat wanua’? Benarkah kalimat ini menyatakan pembangunan sebuah kota seperti pendapat banyak ahli sejarah?
4. Benarkah peristiwa itu merupakan pembuatan ibukota atau perpindahan ibukota Sriwijaya?

Demikianlah prasasti Kedukan Bukit mengandung banyak persoalan yang tidak sederhana. “This text has caused much ink to flow” kata Prof. Dr. George Coedes dalam bukunya, The Indianized States of Southeast Asia, University of Malaya Press, Kuala Lumpur, 1968, h. 82.

Asal-usul Raja Jayanasa dan letak sebenarnya dari Minanga Tamwan masih diperdebatkan ahli sejarah. Karena kesamaan bunyinya, ada yang berpendapat Minanga Tamwan adalah sama dengan Minangkabau, yakni wilayah pegunungan di hulu sungai Batanghari. Sementara Soekmono berpendapat Minanga Tamwan bermakna pertemuan dua sungai (Tamwan berarti temuan), yakni sungai Kampar kanan dan sungai Kampar kiri di Riau, yakni wilayah sekitar Candi Muara Takus.


Di kutip dari Alam mengembang jadi guru

No comments :

Post a Comment