dakwatuna.com - Sebuah kejadian yang sangat kita sesalkan dan perlu dikaji ulang. Indonesia, sebuah Negara kepulauan yang memiliki berbagai macam kekayaan alam dan juga berbagai macam kebudayaan, begitu juga rakyatnya yang dikenal hidup dengan makmur hingga memiliki julukan “Gemah Ripah Loh Jinawi”ternyata para pengemban amanatnya adalah seorang koruptor cerdik yang tanpa memperhitungkan akibat yang nantinya akan terjadi, setelah mengambil apa yang telah dihasilkan oleh rakyat.
Fakta mengatakan bahwa tidak hanya pejabat kalangan atas saja yang berani melakukan tindak korupsi, kolusi dan juga nepotisme. Akan tetapi juga termasuk pejabat kalangan menengah dan kalangan bawah. Bahkan secara tidak tersadari, kejadian-kejadian seperti itu sudah menjadi hal yang lumrah dan tak seorang pun yang berani menghentikannya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah pun membuat berbagai macam peraturan pemerintah yang berisikan tentang undang-undang anti korupsi yang salah satu isinya adalah: “Barang siapa yang dianggap melakukan tindak korupsi terhadap Negara, maka dia akan dihukum dalam kurun waktu yang telah ditentukan”. Memang benar semua itu telah berjalan, walaupun belum seluruh koruptor tertangkap. Akan tetapi sayangnya UU semacam itu hanya berlaku beberapa saat saja dalam waktu yang singkat. Setelah itu sebagian koruptor yang telah ditahan (dihukum), dibebaskan kembali dengan begitu mudahnya. Jika kita pikirkan kembali, betapa mudah mendapatkan sesuatu dengan uang, walaupun itu adalah sebuah kejujuran maupun sebuah keadilan yang sebenarnya merupakan hal yang sangat berharga dan patut diperjuangkan. Betapa tidak berharganya sebuah hukum, jika dengan semurah itu hukum dapat dibeli dengan setumpuk uang, betapa mudah mendapatkan sebuah kursi jabatan hanya dengan selembar cek.
Dengan kata lain dia telah mengabaikan amanat yang telah dipercayakan padanya. Amanat serta kepercayaan yang diberikan oleh rakyat terhadap mereka hanyalah merupakan sebuah simbol belaka. Semua itu digunakan hanya untuk menutupi perbuatan-perbuatan bejat yang mereka lakukan. Mereka mengatakan demi kepentingan rakyat sepenuhnya, padahal yang terjadi justru sebaliknya. Semua tindakan tersebut banyak mengundang histeria sosial masyarakat. Maka jangan heran jika tudingan sinis selalu terarah pada mereka, terutama kepada koruptor yang pandai memetik kesempatan di balik amanat yang dititipkan kepadanya. Sudah selayaknya mereka diganjar dengan memborgol kekuasaannya.
Fakta hari ini menunjukkan, Negara kita mengalami kesulitan yang bukan alang kepalang dalam menemukan sosok pemimpin yang bisa mengayomi seluruh rakyat, yang bisa mendekatkan gap antara si kaya dan si miskin. Apa mau dikata semua pemimpin yang kita miliki selama ini masih menunjukkan sikap kepemihakan pada sebagian rakyat, yakni kelompoknya sendiri. Semua itu merupakan tantangan besar bagi seluruh bangsa Indonesia di tanah air ini.
Sebagaimana catatan getir di atas, faktor kegagalan terbesar di bumi Indonesia ini terletak pada pemimpin, terutama Presiden dan Wakil Rakyat yang ada di DPR, ataupun DPR I dan II. Merekalah yang paling menentukan sejarah bangsa ini. Dengan kekuasaan dan kekuatan yang dimilikinya mereka mampu membuat bangsa ini putih mengkilap, tetapi juga bisa sebaliknya, hitam melegam.
Ringkasnya, pemimpin bukanlah mereka yang suka mengumbar janji tanpa adanya bukti dan bukan pula yang hanya suka memberikan tataran kata-kata tanpa fakta namun pemimpin yang sejati adalah orang yang setiap perkataan, perbuatan dan sepak terjangnya, baik sendiri maupun bersama selalu menjadi cermin bagi orang lain. Dia selalu mampu dijadikan sebagai uswah hasanah (suri tauladan) bagi seluruh masyarakat yang dipimpinnya. Karakter presiden seperti inilah yang menjadi pilihan dan dambaan seluruh bangsa Indonesia.
Sebagai penutup saya berharap semoga Tuhan senantiasa memberikan pertolongan atas cobaan yang telah diberikan pada Negeri tercinta ini.
No comments :
Post a Comment