Pohon Bidara yaitu pohon yang tumbuh di langit. Letaknya antara
langit ke enam, sampai langit ke tujuh. Ingin mencari artikel tentang
pohon ini, saya cari di berbagai sumber, dan ternyata ada juga.
Sidrat al-Muntahā (Arab: سدرة المنتهى , Sidratul Muntaha) adalah
sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit/Surga ke tujuh,
sebuah batas dimana makhluk tidak dapat melewatinya, menurut kepercayaan
Islam. Dalam kepercayaan ajaran lain ada pula semacam kisah tentang
Sidrat al-Muntahā, yang disebut sebagai “Pohon Kehidupan”.
Pada tanggal 27 Rajab selama Isra Mi’raj, hanya Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bisa memasuki Sidrat al-Muntaha dan
dalam perjalanan tersebut, Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam
ditemani oleh Malaikat Jibril, dimana Allah memberikan perintah untuk
Salat 5 waktu.
Dalam Agama Baha’i Sidrat al-Muntahā biasa disebut dengan “Sadratu’l-Muntahá” adalah sebuah kiasan untuk penjelmaan Tuhan.
Etimologi
Sidrat al-Muntahā berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah
pohon Bidara, sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan,
sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:
“ Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (An-Najm, 53:41-42) ”
“ Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (An-Najm, 53:41-42) ”
Dengan demikian, secara bahasa Sidratul Muntaha berarti pohon Bidara
tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa
dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya
segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara
yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur’an,
yaitu pada ayat:
“ …(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm, 53:14) ”
“ …(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm, 53:14) ”
Wujud Sidrat al-Muntahā
Sidratul Muntaha digambarkan sebagai Pohon Bidara yang sangat besar,
tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar
telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana batu. Menurut Kitab
As-Suluk, Sidrat al-Muntahā adalah sebuah pohon yang terdapat di bawah
‘Arsy, pohon tersebut memiliki daun yang sama banyaknya dengan sejumlah
makhluk ciptaan Allah.
Allah berfirman dalam surah An-Najm 16,
“ Ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya (an-Najm, 53: 16) ”
“ Ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya (an-Najm, 53: 16) ”
Dikatakan bahwa yang menyelimutinya adalah permadani terbuat dari emas.
Jika Allah memutuskan sesuatu, maka “bersemilah” Sidratul Muntaha
sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas’ud
radhiyallahu anhu adalah “permadani emas”. Deskripsi tentang Sidratul
Muntaha dalam hadits-hadits tentang Isra Mi’raj tersebut hanyalah berupa
gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata.
Hakikatnya hanya Allah yang Maha Tahu.
Peristiwa di Sidratul Muntaha bagi Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam
Ketika Mi’raj, di sini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam melihat banyak hal, seperti:
Melihat bentuk asli Malaikat Jibril
Melihat bentuk asli Malaikat Jibril
Dikatakan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam telah
melihat wujud asli dari Malaikat Jibril yang memiliki sayap sebanyak 600
sayap.
“ Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (An-Najm 53:13) ”
“ Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (An-Najm 53:13) ”
Melihat Tuhan
Dikatakan pula bahwa Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam telah melihat Allah yang berupa cahaya.
Untuk hal ini terdapat beda pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi
Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah melihat Tuhannya? Jika
pernah apakah beliau melihat-Nya dengan mata kepala atau mata hati?
Masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri. Di antara yang
berpendapat bahwa beliau pernah melihat-Nya dengan mata hati antara lain
al-Baihaqi, al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, dan Syaikh al-Albani
dalam tahqiq beliau terhadap Syarah Aqidah ath-Thahawiyah. Salah satu
argumentasi mereka adalah hadits di atas.
Mendapatkan Perintah Shalat
Di Sidratul Muntaha ini Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam
mendapatkan perintah salat 5 waktu. Perintah melaksanakan shalat
tersebut pada awalnya adalah 50 kali setiap harinya, akan tetapi karena
pertimbangan dan saran Nabi Musa serta permohonan Nabi Muhammad
Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri, serta kasih dan sayang Allah
Subhahanu wa Ta’ala, jumlahnya menjadi hanya 5 kali saja. Di antara
hadits mengenai hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud.
Dari Abdullah (bin Mas’ud), ia telah berkata: “Ketika Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam diisrakan, beliau berakhir di Sidratul
Muntaha (yang bermula) di langit keenam. Ke sanalah berakhir apa-apa
yang naik dari bumi, lalu diputuskan di sana. Dan ke sana berakhir
apa-apa yang turun dari atasnya, lalu diputuskan di sana.”
Ia berkata: “Kemudian Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam diberi
tiga hal: Diberi shalat lima waktu dan diberi penutup Surah al-Baqarah
serta diampuni dosa-dosa besar bagi siapapun dari umatnya yang tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun”.
HR Muslim (173) dengan redaksi di atas, at-Tirmidzi (3276), an-Nasai (451), dan Ahmad (3656 & 4001).}} |
No comments :
Post a Comment