Tuesday, February 3, 2015

Miris Gadis Yang Menukar Keperawananya Dengan Motor




Wajah gelap menyelimuti Kabupaten Subang, Jawa Barat sobat lintas. Praktik dunia hitam (gadis penghibur) rumahan di wilayah ini kian sulit dibendung.

Meski dalam kondisi kemiskinan yang masih menghantui sebagian masyarakatnya, ternyata kisah perempuan di pedesaan Subang banyak yang terpaksa terjun ke dunia hitam. Salah satunya adalah kisah anak remaja yang oleh kakaknya 'ditukar 'dengan satu unit sepeda motor.

Semakin meresahkan adalah praktik gadis penghibur rumahan itu justru banyak melibatkan gadis-gadis remaja. Bahkan tak sedikit gadis di bawah umur yang semakin terjerumus ke dalam lembah kegelapan ini. Seperti kisah yang dilakukan sebutlah namanya Yona (nama disamarkan), warga desa di Cipunagara, Kabupaten Subang.

Di saat usianya yang masih belia, sekitar 16 tahun, siswi kelas 11 sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) di Subang ini sudah terbiasa menemani laki-laki hidung belang yang datang ke kampungnya.

Jadi ceritanya begini, ada seorang calo yang menjadikan Yona kini menjadi salah satu primadona karena parasnya yang cantik, berkulit putih mulus, dan tentunya karena usianya yang masih muda.

"Setiap tamu yang saya kenalkan Yona, hampir tidak ada yang menolak. Yona ini masih muda. Dia memang belum lama menjalani profesi gadis penghibur," jelas MU (42), seorang makelar yang menjadi perantara pekerja dunia hitam rumahan di rumah milik seorang makelar desa itu.

Siang itu, Yona datang ditemani oleh kakak kandungnya ke rumah si makelar. Layaknya seorang pendatang baru sebagai gadis penghibur rumahan, Yona masih terlihat malu-malu. Sifat dan perangainya juga masih kekanak-kanakan. Namun itu hanya sesaat. Setelah beberapa saat mengobrol, wajah Yona lama-lama mencair. Ia tidak lagi gugup bercengkerama dengan tamunya.

Berapa 'tarif' Yona sekali menemani tamu? "Kalau saya tidak pernah mematok tarif mahal. Biasanya sekitar Rp 300.000 sekali kencan," katanya. Kencan pun biasanya digelar di rumah seorang broker yang kerap disebut sebagai rumah kafe atau di rumah Yona sendiri, yang tidak jauh dari rumah kafe itu.

"Kalau boleh milih sih mendingan kencannya di kafe. Kalau di rumah, saya masih suka malu sama bapak dan ibu. Tapi sebenarnya mereka juga nggak apa-apa karena tetangga-tetangga juga begitu. Di sini memang sudah biasa," jelas Yona.

Yona memutuskan terjun menjadi gadis penghibur sejak ia masih duduk di kelas 10 SMA. Bagi Yona, menjadi gadis penghibur sebenarnya mimpi buruk. Namun karena desakan, dan demi mewujudkan keinginannya untuk bisa hidup senang dengan berlimpah uang, membuat dirinya mau tak mau menjadi gadis penghibur.

Apalagi sejak beberapa tahun terakhir kehidupan ekonomi keluarganya sangat buruk. Sejak Ayahnya tak lagi menjadi tukang ojek dan ibunya tak menjadi buruh tani, Yona jarang mendapatkan uang jajan.

"Nggak ada yang memaksa. Neng begini atas inisiatif sendiri," curhat Yona saat ditanya apakah ada paksaan dari keluarga atau orang-orang tertentu ketika ia memilih menjadi gadis penghibur.

"Teman-teman neng malah sudah sejak SMP mereka menjalani profesi seperti ini. Neng lihat, mereka pada senang hidupnya. Uangnya banyak. Bisa beli motor sendiri."

Di satu kesempatan, Yona yang niatnya itu dikabulkan sang kakak kandungnya yang juga berprofesi menjadi calo gadis penghibur bagi para laki-laki yang datang ke desanya. Bahkan sang kakak sempat menanyakan keseriusan dan kesiapannya menjadi gadis penghibur.

"Tapi akhirnya kakak neng setuju. Waktu itu orangtua belum tahu."
Dari hasil diskusi Yona dengan sang kakak, keduanya bersepakat untuk menjual kegadisannya. Dan tak butuh waktu lama buat Yona untuk menemukan seseorang yang akan memberi uang lumayan besar sobat lintas.

"Waktu itu ada orang yang berani membayar mahal. Kencan pertama neng dibayar dengan Honda Beat."

Nah sejak saat itu, Yona yang menjadi pendatang baru sebagai gadis penghibur di desanya, di bulan-bulan pertama bahkan Yona menjadi rebutan para makelar untuk ditawarkan ke langganan masing-masing.

Sejak banyak 'panggilan' tersebut, Yona sampai kewalahan karena setiap hari terkadang ia mendapatkan dua sampai tiga pesanan dari tamu. Otomatis, pundi-pundi uang Yona pun semakin bertambah. Dalam waktu singkat, dia sudah bisa memperbaiki rumah orangtuanya menjadi lebih wah.

Yona juga pernah mencoba peruntungan ke Jakarta, dan kebetulan kakak perempuan Yona juga bekerja menjadi pemandu lagu (PL) di kawasan Kota, Jakarta Barat. Namun baru beberapa hari di sana, Yona tak betah berlama-lama.

"Kalau di tempat resmi banyak aturannya. Terus kelihatannya saja tarifnya mahal. Padahal nanti dapatnya sedikit karena dipotong macam-macam. Pokoknya neng nggak kerasan di sana. Mendingan di kampung, malah bisa dapat lebih banyak (uang). Paling cuma ngasih calo saja Rp 50.000. Selebihnya buat sendiri."

Saking seringnya, Yona bahkan tak ingat sudah sejak kapan memulai menjalani profesi gadis penghibur. Meski begitu, Ia memilih tidak memikirkan dan menganggap aktivitas di dunia hitam sebagai sebuah pekerjaan.

"Sebenarnya terkadang risih kalau dapat tamu yang yang sudah berumur. Tapi bagaimana lagi, namanya juga kerja. Yang penting mah duit. Tamu tua atau muda nggak penting lagi," sahutnya.

No comments :

Post a Comment