Muhammad Yunus
Sufia Katun, ibu dari Muhammad Yunus, selalu membantu setiap orang
miskin yang mengetuk pintu rumah mereka, baik itu sekadar meminjamkan
barang ataupun uang. Pemandangan masa kecil Yunus inilah yang
menginspirasinya untuk memberantas kemiskinan di Bangladesh dan akhirnya
diganjar penghargaan Nobel di kutip dari https://iwanblog.wordpress.com/
Muhammad Yunus lahir 28 Juni 1940 di desa Bathua, Bengal Timur. Ia
berasal dari salah satu keluarga mampu di desanya karena ayahnya, Hazi
Dula Mia, merupakan penambang emas sukses dan mendorong anak-anaknya
untuk sekolah setinggi langit. Sebagai salah satu keluarga berkecukupan,
tak jarang keluarganya sering didatangi orang untuk meminta bantuan.
Masa kecil Yunus dihabiskan di desa hingga pada 1947 keluarganya
pindah ke kota Chittagong karena bisnis perhiasan ayahnya maju pesat.
Otak Yunus sangat cemerlang hingga pada 1965 ia mendapatkan beasiswa PhD
bidang ekonomi di Vanderbilt University Graduate Program in Economic
Development (GPED).
Lulus kuliah di AS, ia bergabung sebagai pengajar di Chittagong
University dan menjadi salah satu ekonom Bangladesh. Pada 1974, Profesor
Yunus bersama para mahasiswanya berkunjung ke desa Jobra, salah satu
desa miskin dan mewawancarai seorang wanita yang membuat kerajinan dari
bambu.
Dari wawancara tersebut, ia menemukan bahwa seorang pengrajin bambu
membutuhkan pinjaman uang dengan jumlah kecil untuk membeli bambu.
Bank-bank tradisional tidak mungkin memberikan pinjaman dengan jumlah
kecil dengan bunga yang rendah.
Akhirnya, para pengrajin di sana kebanyakan meminjam uang melalui
rentenir yang memberikan bunga 10 persen per minggu. Sistem ini membuat
para lintah darat semakin kaya dan tidak membuat para masyarakat miskin
memiliki bantalan ekonomi untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Saat itu, Yunus menyadari, ada sesuatu yang salah dari sistem ekonomi
yang ia ajarkan. Akhirnya, ia berinisiatif untuk memberikan pinjaman
dari kantongnya sendiri. Saat itu, Yunus memberikan pinjaman total US$27
kepada 42 orang perempuan di desa tersebut dan menghasilkan keuntungan
US$0,2 per orang.
Ia menemukan, pinjaman dengan jumlah kecil dan bunga yang masuk akal
tidak hanya membantu mereka bertahan hidup tetapi juga menimbulkan
inisiatif para pelaku usaha untuk keluar dari jurang kemiskinan.
Pada 1976, Yunus mendapatkan pinjaman dari Janata Bank untuk
memberikan pinjaman kepada orang miskin. Proyek Yunus ini berkembang
pesat dan pada 1982 telah mencapai 28 ribu anggota. Semakin membesar,
maka pada 1 Oktober 1983 Yunus bersama rekan-rekannya mendirikan Grameen
Bank.
Grameen Bank yang berarti bank desa ini didirikan dengan berdasarkan
prinsip-prinsip kepercayaan dan solidaritas. Grameen fokus untuk
memberikan pinjaman untuk masyarakat miskin, khususnya kaum perempuan,
dengan jumlah kecil dan dengan bunga yang rendah.
Namun, langkah Yunus ini mendapatkan berbagai tantangan, bahkan dari
pemuka agama konservatif yang menyatakan haram menerima uang dari
Grameen. Namun, Yunus pantang menyerah untuk memberantas kemiskinan di
negaranya.
“Ketika kami merancang kredit mikro, tujuannya adalah untuk membantu
orang keluar dari kemiskinan, tetapi beberapa orang menjauh dari
motivasi tersebut. Namun, kami yakin menjangkau kelompok orang yang
miskin, para wanita, mereka semua dapat bekerja jika diberikan
kepercayaan,” katanya saat wawancara eksklusif dengan New York Times April 2013 lalu.
Ia menggunakan sistem kelompok solidaritas, yaitu membentuk berbagai
kelompok kecil informal untuk bersama-sama mendapatkan pinjaman dan para
anggotanya bertindak sebagai mitra penjamin sesamanya agar setiap
anggota mendukung satu sama lain untuk membayar pinjaman dan
meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan ekonomi keluarga.
Hasilnya luar biasa, Grameen Bank saat ini memiliki 8,4 juta peminjam
di mana 96 persen di antaranya adalah perempuan. Ia juga mengembangkan
berbagai inisiasi untuk rakyat miskin seperti Grameen Phone, operator
seluler terbesar di Bangladesh yang sebagian besar pelanggannya
merupakan rakyat miskin.
“Menghasilkan uang merupakan kebahagiaan dan merupakan pencipta
semangat yang luar biasa,” kata Yunus di depan miliuner dunia yang
diselenggarakan PBB awal bulan Juli 2013.
“Namun membuat orang lain bahagia itu kebahagiaan luar biasa dan
lebih menarik dari pada menghasilkan uang,” ujar Yunus yang membuat para
miliuner tercengang.
Usaha Yunus membangkitkan masyarakat miskin Bangladesh dari
keterpurukan mendapatkan berbagai ganjaran, mulai dari penghargaan
Nobel, Presidential Medal iofFreedom, Congressional Gold Medal dan
lain-lain.
Yunus memang fokus memberdayakan perempuan miskin dan pengemis di negaranya tersebut untuk menjadi wirausaha.
“Saya pinjamkan uang ke wanita miskin sebesar US$30, dan saat mereka
menerima uang tersebut ia bergetar, menggigil karena tidak percaya
menerima uang sebesar itu seumur hidupnya. Dan saat ia merasa ada orang
yang mempercayakannya menerima pinjaman uang, ia akan menjaga
kepercayaan tersebut seumur hidupnya,” kata Yunus.
“Dan kepada para pengemis, kami berikan pinjaman US$4-10 per orang.
Saya katakan, uang ini dibelikan aksesoris dan makanan sehingga anda
mempunyai barang untuk usaha,” katanya.
Khusus untuk pengemis, Yunus menyatakan sekitar 25 ribu orang
berhenti mengemis sepenuhnya karena mereka telah beralih menjadi penjual
barang atau makanan dari pintu ke pintu yang sukses.
Untuk mengubah mental pengemis menjadi mental wirausaha tidaklah
mudah. Namun, saat mereka diberikan kesempatan untuk mengubah hidupnya
maka mereka akan mengerahkan seluruh kemampuan hidupnya. “Jangan paksa
mereka untuk berhenti mengemis dalam semalam karena itu merupakan inti
bisnis mereka,” katanya.
Yunus menyebut model bisnisnya sebagai bisnis sosial, yang jauh dari
sistem kapitalisme yang diartikan sebagai aktivitas manusia untuk
mencari laba sebesar-besarnya. Yunus menempatkan bisnisnya dengan
mengabaikan keuntungan pribadi dan fokus untuk mengembangkan manusia dan
dunia.
“Perusahaan memperoleh laba, namun laba tetap dengan perusahaan.
Pemilik hanya akan mendapatkan kembali investasi awal, tidak lebih. Saya
tidak mengatakan untuk menjauh dari keuntungan, tetapi memisahkan dan
menjalankan secara pararel,” katanya.
Usahanya ini ditiru oleh berbagai lembaga keuangan dunia. Sekitar 40
negara di penjuru dunia membuat proyek yang mirip dengan Grameen Bank,
termasuk Bank Dunia yang memprakarsai skema pembiayaan Grameen Bank ke
seluruh dunia.
Semakin populernya Yunus di Bangladesh dan dunia membuat pemerintah Bangladesh menjadi takut. Dilansir BBC, pada Maret 2011 lalu, bank sentral yang memiliki 25 persen saham di Grameen Bank memecat Yunus sebagai Direktur Pelaksana.
Bank Sentral mengatakan, profesor Yunus melanggar undang-undang
pensiun dengan tetap memimpin Grameen Bank di usia 70 tahun, padahal
batas wajib pensiun di Bangladesh 60 tahun.
Bank Sentral juga mengatakan Yunus tidak mendapatkan persetujuan
pemerintah ketika ditunjuk sebagai Direktur Pelaksana pada 1999 lalu.
Media internasional menilai, pencopotan Yunus sebagai puncak pertikaian
dengan pemerintah, di mana pada 2007 lalu Yunus berusaha membentuk
partai baru.
Yunus berusaha melawan pencopotannya tersebut dengan mengajukan
gugatan, yang ditolak oleh MahkamahAgung pada Mei 2011. Ia akhirnya
menerima pemecatan dirinya namun tetap mengkritisi langkah pemerintah
yang ia duga mau mengambil alih Grameen Bank.
“Sepertinya tujuan pemerintah mau mengambil alih Grameen Bank
sepenuhnya. Mereka membentuk komisi dan mengusulkan saham peminjam
bukanlah pemilik bank sebenarnya. Dewan Bank yang terdiri dari tiga
wakil pemerintah dan sembilan wakil oleh peminjam diberhentikan oleh
komisi karena aturan pemilihan dewan cacat,” katanya.
Rekomendasi komisi pemerintah tersebut belum terjadi dan ia yakin
para penduduk miskin yang merasakan manfaat langsung dari kehadiran bank
dengan moto Bank for The Poor ini dapat melawan rencana
pemerintah. “Grameen Bank dimiliki oleh 8,5 juta peminjam, dengan
rata-rata memiliki lima anggota keluarga. Lebih dari 40 juta orang
terlibat, dan mereka akan menang.”
No comments :
Post a Comment