Diskursus tentang CIA dan peranannya dalam perjalanan sejarah
bangsa ini kembali mengemuka ketika buku Tim Werner berjudul “Legacy of
Ashes” diterbitkan dalam bahasa Indonesia dan menyinggung tentang
direkrutnya Adam Malik menjadi agen CIA. Polemik pun merebak. Ada yang
percaya, ada yang tidak. Dan seperti juga kasus lainnya di negeri ini,
kontroversi itu pun segera menguap, berakhir tanpa ending yang jelas.
Fakta inilah yang membuat banyak orang luar menyebut bangsa ini memiliki
memori yang teramat pendek.
Di sini kita tidak secara khusus menyoroti polemik tersebut, namun
kita akan mencoba untuk menelusuri jejak-jejak CIA di dalam merecoki
perjalanan sejarah Indonesia hingga sekarang sekaligus membuka mata
bangsa Indonesia, bahwa sejatinya kita hidup masih dibawah bayang-bayang
PENJAJAH. Berikut
uraiannya :
uraiannya :
Kemenangan kaum komunis dalam Revolusi Merah Oktober 1917
begitu mencemaskan AS. Sejak itu, AS merancang satu strategi untuk
menghancurkan Rusia. “Tanggal 8 Januari 1918, Presiden AS Woodrow Wilson
mengumumkan Program 14 Pasal. Dalam suatu komentar rahasia mengenai
program ini, Wilson mengakui jika usaha menghancurkan dan
mencerai-beraikan Uni Soviet sudah direncanakan. ” Dan dikemudian hari,
kita sama-sama mengetahui bahwa Soviet benar-benar dihancurkan di tahun
1992.
Truman Doctrine untuk mengepung penyebaran komunisme
dikeluarkan pada 1947. Disusul dengan Marshall Plan tahun berikutnya
guna membangun kembali Eropa dari puing-puing akibat PD II.
Dan tahukah anda jika Indonesia (istilah dulu “Hindia Belanda”)
merupakan satu-satunya wilayah koloni Eropa yang tercakup dalam rencana
dasar Marshall Plan. Akibatnya, bantuan keuangan AS kepada Belanda
menyebabkan Den Haag mampu untuk memperkuat genggamannya atas Indonesia.
Belanda melancarkan embargo ekonomi terhadap pemerintah RI yang
berpusat di Jogja kala itu.
Bukan itu saja, Washington juga secara rahasia ikut membantu
militer Belanda untuk menjajah kembali Indonesia. Hal itu bisa terbaca
ketika tentara Belanda kembali datang ke Jawa dan Sumatera pada musim
semi 1946, banyak serdadu Belanda mengenakan seragam marinir AS dan
mengendarai jeep Angkatan Darat AS. Bahkan AS diyakini turut membantu
Belanda dalam serangan militer Belanda II atas Yogya pada 18 Desember
1948.
Perhatian AS terhadap Indonesia sangat besar sejak sebelum Perang
Dunia II disebabkan letaknya yang sangat strategis dan kandungan
kekayaan alamnya yang luar biasa. Untuk itu AS pun membangun basecamp nya
dibeberapa titik :
dibeberapa titik :
- Pada 8 September 1951, AS mendirikan pangkalan militer di Okinawa-Jepang,
- Pangkalan Clark dan Subic di Philipina berdiri pada 30 Agustus 1951,
- ANZUS (Australia, New Zealand, and AS) berdiri pada 1 September 1951,
- Korea Selatan pada 1 Oktober 1953,
- Taiwan pada 2 Desember 1954
Hebatnya, semua perkembangan global di atas telah dipelajari dengan
seksama oleh Presiden RI 1 yang sejak muda sudah menunjukkan
kekritisannya. Soekarno tahu jika negerinya ini menyimpan kekayaan alam
yang luar biasa. Sebab itu dia sungguh-sungguh paham jika suatu hari
Indonesia akan mampu untuk tumbuh menjadi sebuah negeri yang besar dan
makmur. Sikap Soekarno inilah yang membuatnya menentang segala bentuk
Neo Kolonialisme dan
Imperialisme (Nekolim) di mana AS menjadi panglimanya.
Imperialisme (Nekolim) di mana AS menjadi panglimanya.
Dalam pandangan Soekarno, Soviet lebih bisa dipercaya ketimbang AS
karena Soviet belum pernah menjadi negara kolonial di luar negeri,
sebaliknya Inggris dan Perancis adalah bekas negara-negara kolonial yang
bersekutu dengan AS.
Atas sikap keras kepala Soekarno yang tidak mau tunduk pada
keinginan AS guna membentuk Pan- Pacific untuk melawan kekuatan
komunisme, dan di sisi lain juga berarti menentang tunduk pada sistem
kapitalisme yang merupakan induk dari kolonialisme dan imperialisme di
mana AS menjadi panglimanya, maka tidak ada jalan lain bagi Amerika
untuk menundukkan Soekarno kecualiMENYINGKIRKANNYA.
Gerak Cepat Soekarno Menasionalisasi Aset -Aset Belanda di Indonesia
Pada 1957, untuk memperkuat perekonomian nasional, Bung Karno
bertindak cepat mengambil langkah berani dan cerdas dengan
menasionalisasi aset-aset milik Belanda. (Satu langkah yang bahkan
mungkin tidak ada dalam gambaran SBY saat ini). Soekarno tahu jika
rakyat tentu mendukung penuh langkah ini. Namun Soemitro dan
rekan-rekannya yang PRO BARAT dengan berani menentang Bung Karno dan
malah bergabung dengan para pemberontak PRRI/PERMESTA yang didukung
penuh CIA.
Dalam waktu bersamaan, November 1957, terjadi percobaan pembunuhan
terhadap Bung Karno yang dikenal dengan peristiwa Cikini. Bung Karno
selamat namun 9 orang tewas dan 45 orang disekelilingnya terluka. Edisi
Koleksi Angkasa berjudul “Dirty War, Mesiu di Balik Skandal Politik dan
Obat Bius” memaparkan keterlibatan CIA dalam peristiwa ini.
Pemerintah kala itu mendeteksi jika tindakan makar tersebut
didalangi oleh komplotan ektrem kanan yang dimotori Letkol Zulkifli
Loebis, pendiri Badan Rahasia Negara Indonesia (BraNI), cikal bakal BIN,
dan didukung CIA. Dengan tegas Bung Karno mengatakan jika CIA berada di
belakang usaha-usaha pembunuhan terhadap dirinya.
Tudingan Bung Karno terbukti. Dalam satu sesi pertemuan Komite
Intelijen Senat AS yang diketuai Senator Frank Church dengan Richard
Bissel Jr—mantan wakil Direktur CIA bidang perencanaan operasi—22 tahun
kemudian, terungkap jika saat itu nama Soekarno memang sudah masuk dalam
target operasi Direktur CIA, Allan Dulles.
Dukungan Besar CIA Pada Pemberontakan PRRI/PERMESTA
Dalam operasi mendukung PRRI/PERMESTA, AS menurunkan kekuatan yang
tidak main-main. CIA menjadikan Singapura, Filipina (Pangkalan AS Subic
& Clark), Taiwan, dan Korea Selatan sebagai pos suplai dan pelatihan
bagi pemberontak. Dari Singapura, pejabat Konsulat AS yang berkedudukan
di Medan, dengan intensif berkoordinasi dengan Kol. Simbolon, Sumitro,
dan Letkol Ventje Soemoeal.
Malam hari, 7 Desember 1957, Panglima Operasi AL-AS Laksamana
Arleigh Burke memerintahkan Panglima Armada ke-7 (Pacific) Laksamana
Felix Stump menggerakkan kekuatan AL-AS yang berbasis di Teluk Subic
untuk merapat ke
Indonesia dengan kecepatan penuh tanpa boleh berhenti di mana pun.
Indonesia dengan kecepatan penuh tanpa boleh berhenti di mana pun.
Satu divisi pasukan elit AS, US-Marine, di bawah pengawalan
sejumlah kapal penjelajah dan kapal perusak disertakan dalam misi
tersebut. Dalih AS, pasukan itu untuk mengamankan instalasi perusahaan
minyak AS, Caltex, di Pekanbaru, Riau.
Selain memberikan ribuan pucuk senjata api dan mesin, lengkap
dengan amunisi dan aneka granat kepada para pemberontak, CIA juga
mendrop sejumlah alat perang berat seperti meriam artileri, truk-truk
pengangkut pasukan, aneka jeep, pesawat tempur dan pembom, dan
sebagainya. Bahkan sejumlah pesawat tempur AU-Filipina dan AU-Taiwan
seperti pesawat F-51D Mustang, pengebom B-26 Invader, AT-11 Kansan,
pesawat transport Beechcraft, pesawat amfibi PBY 5 Catalina dipinjamkan
CIA kepada pemberontak.
Sebab itulah, pemberontak bisa memiliki angkatan udaranya sendiri
yang dinamakan AUREV (AU Revolusioner). Beberapa pilot pesawat tempur
tersebut bahkan dikendalikan sendiri oleh personil militer AS, Korea
Selatan, Taiwan, dan juga Filipina.
Agen CIA Tertangkap Basah
Seperti biasanya, awalnya pemerintah AS membantah keterlibatannya
dalam pemberontakan PRRI/PERMESTA. Namun sungguh ironis, tidak sampai
tiga pekan setelah Presiden Eisenhower menyatakan hal itu, pada 18 Mei
1958, sebuah pesawat pengebom B-29 milik AS ditembak jatuh oleh sistem
penangkis
serangan udara Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Pilot tempur pesawat tersebut, Allan Lawrence Pope, agen CIA yang sengaja ditugaskan membantu pemberontakan guna menggulingkan Bung Karno.berhasil ditangkap hidup-hidup.
serangan udara Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI), Pilot tempur pesawat tersebut, Allan Lawrence Pope, agen CIA yang sengaja ditugaskan membantu pemberontakan guna menggulingkan Bung Karno.berhasil ditangkap hidup-hidup.
Ancaman AS dibalas Dengan Ancaman Balik Oleh Bung Karno
Atas gertakan AS yang sampai mengerahkan kekuatan dua batayon US
Marine dengan Armada ke-7 nya ke perairan Riau, Bung Karno sama sekali
tidak gentar dan balik mengancam AS agar jangan ikut campur terlalu jauh
ke dalam masalah internal NKRI. “AS jangan bermain api dengan
Indonesia. Jangan sampai kekurangpahaman Amerika menyebabkan meletusnya
Perang Dunia Ketiga!”
Bung Karno segera mengirim satu pasukan besar di bawah pimpinan
Ahmad Yani untuk melibas para pemberontak di Sumatera. Saat itu RRC
telah menyiapkan skuadron udaranya serta ribuan tentara regulernya untuk
bergerak ke Indonesia guna membantu Soekarno memadamkan pemberontakan
yang didukung CIA tersebut, namun Bung Karno menolaknya.
“Kekuatan angkatan perang kami masih mampu menghadapi para
pemberontak itu,” ujarnya. Dan hal itu terbukti, hanya dalam hitungan
jam setelah pasukan Ahmad Yani mendarat di Pekanbaru, Padang, serta
Bukit Tinggi—pusat konsentrasi para pemberontak—maka kota-kota penting
itu pun direbut tanpa perlawanan yang berarti.
Bahkan pesan rahasia CIA kepada para pimpinan pemberontak yakni
sebelum mundur dari Riau mereka harus meledakkan instalasi kilang minyak
Caltex dulu, agar dua batalyon US Marine yang sudah menunggu di
perairan Dumai bisa mendarat dan menghantam pasukan Yani, dan setelah
itu berencana merangsek ke Jakarta guna menumbangkan Soekarno, ini sama
sekali tidak sempat dilakukan. Juni 1958, pemberontakan ini berhasil
ditumpas.
Sumitro Djojohadikusumo dan sejumlah tokoh yang terlibat pemberontakan meloloskan diri ke Singapura dan tahukah anda, dari ‘Basis Israel di Asia Tenggara’ itulah, kelompok ini terus menggerogoti kekuasaan Bung Karno sampai tumbang!
Operasi Dua Muka AS
Walau awalnya AS membantah keterlibatannya, namun mantan Dubes AS
Howard P. Jones mengakui jika dirinya tahu jika CIA ada di belakang
pemberontakan itu. Hal ini ditegaskan Jones dalam memoarnya “Indonesia:
The Possible Dream” (1990; h.145). Upaya CIA menumbangkan Bung Karno
selalu menemui kegagalan. Dari membuat film porno “Bung Karno”, sampai
dengan upaya pembunuhan dengan berbagai cara.
Hal ini menjadikan CIA harus bekerja ekstra keras. Apalagi Bung
Karno secara cerdik akhirnya membeli senjata dan peralatan militer ke
negara-negara Blok Timur dalam jumlah besar, setelah AS menolak
memberikan peralatan militernya. AS tentu tidak ingin Indonesia lebih
jauh bersahabat dengan Blok Timur. Sebab itu, setelah gagal mendukung
PRRI/PERMESTA, sikap AS jadi lebih lunak terhadap Indonesia.
Namun walau di permukaan AS tampak kian melunak, sesungguhnya AS
tengah melancarkan ‘operasi dua muka’ terhadap Indonesia. Di permukaan
AS ingin terlihat memperbaharui hubungannya dengan Bung Karno, namun
diam-diam CIA masih bergerak untuk menumbangkan Bung Karno dan
menyiapkan satu pemerintah baru untuk Indonesia yang mau tunduk pada
kepentingan Amerika.
Di sisi lain, CIA juga menggarap satu proyek membangun kelompok
elit birokrat baru yang PRO BARAT yang kini dikenal sebagai ‘Berkeley
Mafia’. Sumitro dan Soedjatmoko merupakan tokoh penting dalam kelompok
ini. (untuk hal ini lebih lanjut silakan baca artikel David Ransom:
“Mafia Berkeley dan Pembunuhan Massal di Indonesia, Kuda Troya Baru dari
Universitas-Universitas di Amerika Serikat Masuk ke Indonesia”;
Ramparts; 1971).
Terbukanya Upeti Besar dari Asia Tumbangnya Soekarno dan naiknya
Jenderal Suharto disambut gembira pihak Washington. Presiden AS Richard
M. Nixon sendiri menyebut hal itu sebagai “Terbukanya upeti besar dari Asia”.
Indonesia memang laksana peti harta karun yang berisi segala kekayaan
alam yang luar biasa. Jika oleh Soekarno kunci peti harta karun ini
dijaga baik-baik bahkan dilindungi dengan segenap kekuatan yang ada,
maka oleh Jenderal Suharto, kunci peti harta karun ini justru digadaikan
dengan harga murah kepada Amerika Serikat. Apalagi di zaman
pemerintahan SBY saat ini.
Prosesi digadaikannya seluruh kekayaan alam negeri ini kepada
jaringan imperialisme dan kolonialisme Barat terjadi di Swiss, November
1967. Jenderal Suharto mengirim sat tim ekonomi dipimpin Sultan
Hamengkubuwono IX dan Adam Malik. Tim yang kelak disebut sebagai Mafia
Berkeley, menemui para CEO korporasi multinasional yang dipimpin
Rockefeller. Dalam pertemuan inilah tanah Indonesia yang kaya raya
dengan bahan tambang dikapling-kapling seenaknya oleh mereka dan
dibagikan kepada
korporasi-korporasi asing.
korporasi-korporasi asing.
Freeport mendapat gunung emas di Irian Barat, demikian pula yang
lainnya. Bahkan landasan legal formal untuk mengeksploitasi kekayaan
alam Indonesia pun dirancang di Swiss ini yang kemudian dikenal sebagai
UU Penanaman Modal Asing tahun 1967 (John Pilger; The NewRulers of the
World). Dan jangan lupa, semua CEO korporasi asing tersebut dikuasai
oleh jaringan Yahudi Internasional.
Sejak kegagalan mendukung PRRI/PERMESTA, National Security Council
(NSC) lewat CIA terus memantau perkembangan situasi Indonesia secara
intens. Sejumlah lembaga-lembaga sipil dan militer AS juga sangat aktif
menggodok orang-orang Indonesia yang dipersiapkan duduk di kursi
kekuasaan paska Soekarno.
Orang yang dijadikan penghubung antara CIA dan Suharto dalam hal
ini adalah Adam Malik (lihat tulisan Kathy Kadane, seorang lawyer dan
jurnalis State News Service, berjudul “Para Mantan Agen Berkata: CIA
Menyusun Daftar Kematian di Indonesia”; Herald Journal, 19 Mei 1990.)
Untuk membangun satu kelompok militer—terutama Angkatan Darat—di
Indonesia yang ‘baru’ (baca: pro Amerika), AS menyelenggarakan
pendidikan militer untuk para perwira Indonesia ini di Fort Leavenworth,
Fort Bragg, dan sebagainya. Pada masa antara 1958-1965 jumlah perwira
Indonesia yang mendapat pendidikan ini meningkat menjadi 4.000 orang.
(Suroso; 2008; h. 373)
AS telah memanfaatkan para pejabat Indonesia PRO BARAT ini untuk
memuluskan kepentingannya. Bahkan Tim Werner dalam “Legacy of Ashes: A
History of CIA” (2007) menulis jika Adam Malik telah direkrut menjadi
agen CIA lewat pengakuan seorang mantan agen CIA bernama McAvoy. Walau
yang terakhir ini sempat jadi polemik, namun kedekatan Adam Malik—dan
kawan-kawan-dengan para pejabat AS saat itu adalah suatu fakta sejarah.
Demikianlah. Sudah banyak literatur dan dokumen yang membongkar
keterlibatan CIA di dalam peristiwa Oktober 1965, yang pada akhirnya
menjatuhkan Soekarno dan menaikkan Jenderal Suharto. Atas nama
pembersihan kaum komunis di negeri ini, CIA turut menyumbang daftar nama
kematian (The Dead List) yang berisi 5.000 nama tokoh dan kader PKI di
Indonesia kepada Jenderal Suharto.
CIA memang memberi daftar target operasi sejumlah 5.000 orang,
namun fakta di lapangan jauh di atas angka itu. Kol. Sarwo Edhie,
Komandan RPKAD saat itu yang memimpin operasi pembersihan ini, terutama
di Jawa Tengah dan Timur, menyebut angka tiga juta orang yang berhasil
dihabisi. Bukan tokoh PKI saja yang dibunuh, namun juga orang-orang
kecil yang tidak tahu apa-apa yang menjadi korban politik kotor
konspiratif antara CIA dengan para ‘local army friend’.
Dan tahukah anda strategi CIA dalam menggulingkan Soekarno kembali
dipakai untuk membantu junta militer Chili mengudeta Presiden Salvador
Allende yang Sosialis, dan menaikkan Wakil Panglima Bersenjata Chili
Augusto Pinochet Agurte dengan nama sandi : OPERASI JAKARTA (operasi
bentukan Presiden AS Richard Nixon).
Jika kenyataan sejarah telah mengungkap borok Amerika dan jaringan
PRO BARAT nya. Tidak menutup kemungkinan jika kejadian serupa akan
terulang dengan modus yang sama :
- Ada pangkalan militer dimana terdapat manusia2 Pro Barat yang direkrut dan digodok,
- Ada pertemuan rahasia di Basis Israel di Asia Tenggara,
- Ada antek Pro Barat yang dipelihara.
Sungguh negeri yang benar2 sudah dicengkram oleh Jaringan Licik
Internasional. Negeri yang Merdeka dalam Belenggu. Negeri Yang Penuh
Fatamorgana, keamanannya pun fatamorgana. Sekali lagi kita disodori
bukti tak terbantah jika Kaum Pro Barat adalah duri dalam daging yang
suatu saat menjelma menjadi kekuatan mereka. Tidak dapat tidak, ini
hanya bisa dipahami oleh orang yang TIDAK SEKEDAR MEMILIKI AKAL tetapi
juga mempergunakan akalnya itu.
No comments :
Post a Comment