Beberapa waktu terakhir ini layar televisi Indonesia dihiasi tayangan berbagai film serial asal Hindustan, seperti Mahabaratha, Aladin, Jodha Akbar dan lain sebagainya. Trend ini agak baru mengingat bila sebelumnya televisi lebih berminat menayangkan film Hindustan layar lebar ketimbang serial.
Salah satu serial yang cukup fenomenal adalah Jodha Akbar. Film ini berkisah tentang roman cinta antara Akbar sang raja Moghul yang beragama Islam dengan putri Rajput, Jodha yang beragama Hindu.
Serial Jodha Akbar dikenal sebagai film Box Office yang berhasil mencetak keuntungan finansial yang besar. Di negeri asalnya India, film ini mendulang tak kurang dari 79,2 Milyar Rupee. Sementara di luar negeri, film ini berhasil mengumpulkan keuntungan 2,1 juta Dollar di Inggris, 3,4 juta Dollar di Amerika, 960.000 Dollar di Uni Emirat Arab, 450.000 Dollar di Australia dan 590.000 Dollar di bagian dunia lainnya.
Walau film ini termasuk box office India, namun sebenarnya serial Jodha Akbar ini merupakan sinema yang cukup kontroversial. Sejak pertama kali ditayangkan, Jodha Akbar sudah diprotes banyak kalangan di negeri asalnya, salah satunya adalah komunitas Shri Rajput Karni Sena (SRKS). Namun sayang, meski sudah melakukan demo di sana-sini, serial ini tetap ditayangkan dan malah mendapatkan rating yang cukup tinggi.
Hal inilah yang akhirnya membuat SRKS berang dan kemudian menggelar demo ulang. Kalau sebelumnya mereka hanya berorasi, kali ini demonstrasi yang mereka lakukan lebih ekstrim.
“Kami sudah berkali-kali meminta kepada produser dan stasiun televisi untuk mengubah jalan cerita. Bahkan Ekta Kapoor sudah beberapa kali berjanji akan mengubah apa yang kami minta. Tapi, sampai detik ini, tidak ada yang berubah,” ujar salah seorang perwakilan dari SRKS seperti dilansir dari Times of India.
Komunitas itu juga mengancam Ekta. Film apapun yang diproduksi oleh PH miliknya, akan diboikot di Jaipur. Untuk menujukkan keseriusannya, SRKS membuat sebuah poster yang ditulis dengan memakai tinta darah.
Demo para anggota SRKS ini berawal dari ketidaksetujuan mereka atas jalan cerita yang disuguhkan dalam serial Jodha Akbar. Menurut mereka, di dalam sejarah, Akbar tidak pernah menikah dengan Jodha.
Pandangan tentang sosok Jodha pernah pula disampaikan oleh salah seorang tokoh Hindu asal Bali dalam laman Facebook miliknya berikut pernyataan sang tokoh:
Nah, sebenarnya bagaimana kontroversi sejarah Jodha dan Akbar ini? Berikut beberapa ulasan yang diulas dari berbagai sumber.
Berdasarkan beberapa artikel, akurasi sejarah dalam film Jodha Akbar memang patut dipertanyakan. Ada pendapat menyebutkan bahwa banyak peristiwa yang digambarkan dalam film ini tidak didasarkan pada peristiwa nyata. Kelompok Rajput misalnya mengklaim bahwa Jodhaa menikah bukan dengan Akbar, tapi dengan putra Akbar, Jahangir.
Beberapa sejarawan mengklaim bahwa istri Akbar dari Rajput tidak pernah dikenal sebagai “Jodha Bai” selama periode Mughal. Menurut Profesor Shirin Moosvi, seorang sejarawan dari Aligarh Muslim University, baik Akbarnama (Panggilan Akbar sebagaimana disebut dalam biografinya), maupun teks sejarah dari periode merujuk padanya sebagai Jodha Bai.
Moosvi mencatat bahwa nama ” Jodha Bai “pertama kali digunakan untuk merujuk kepada istri Akbar pada abad ke-18 dan ke-19 dalam tulisan-tulisan sejarah. Dalam Tuzk-e-Jahangiri, Jodha justru dikenal sebagai Mariam Zamani.
Jalaluddin Akbar
Menurut sejarawan Imtiaz Ahmad, direktur Khuda Baksh Oriental Public Library di Patna, nama “Jodha” digunakan untuk istri Akbar untuk pertama kalinya oleh Letnan Kolonel James Tod, dalam bukunya Annals and Antiquities of Rajasthan. Menurut Ahmad, Tod bukan sejarawan profesional. NR Farooqi mengklaim bahwa Jodha Bai bukan nama permaisuri Akbar dari Rajput, tapi justru merupakan istri Jahangir anaknya.
Sultan Jalaluddin Akbar
Dalam sejarah, sosok Akbar dalam kisah Jodha Akbar dikenal sebagai Jalaluddin Mahmud Akbar. Beliau adalah salah seorang Sultan Moghul yang berkuasa di India antara tahun 1556 hingga 1605 Masehi.
Akbar lahir pada tanggal 15 Oktober 1542 di wilayah Sindu (sekarang Pakistan), pada saat itu ayahnya, Humayon sedang melarikan diri ketika kekuasaannya direbut oleh Syirsyah. Ibu Akbar bernama Hamidah Binti Ali Akbar. Humayon kemudian meninggalkan Akbar di Kandahar (Afghanistan sekarang) dan pergi ke Kabul. Ia tidak pernah bertemu putranya itu kecuali setelah 13 tahun kemudian, yaitu di saat ia berhasil merebut kembali kekuasaannya.
Wilayah kesultanan Moghul pada masa Akbar
Ketika ayahnya kembali berkuasan, Akbar dipercaya menjadi Gubernur di Punjab pada tahun 1555. Dan ketika ayahnya wafat tahun 1556, Akbar naik tahta dan memimpin Moghul di saat usianya masih 14 tahun, namun ia masih di bawah pengasuhan penasehat bernama Beiram Khan yang menjabat Perdana Menteri. Akbar menjabat Sultan hingga ia wafat pada 12 Oktober 1605 M. Setelah wafat, ia digantikan oleh putranya bernama Jahangir yang memiliki nama asli Nuruddin Salim.
Semasa kepemimpinannya, Akbar menghadapi berbagai persoalan negara yang cukup banyak, baik dari luar maupun dari dalam kesultanannya. Belum lagi kolonialisme Inggris yang saat itu mulai bercokol di anak benua India. Di masa Akbar, tepatnya pada tahun 1960, Inggris mendirikan The British East India Company yang berpusat di Kalkuta. 2 Tahun kemudian, Belanda pun mendirikan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), perusahaan dagang Belanda di Hindia Timur yang saat itu juga membuka cabang di Indonesia. Disusul kemudian oleh Perancis pada tahun 1604.
Akbar tercatat sebagai Sultan yang agung hingga ia digelari sebagai Akbar al-A’zham. Wibawanya yang besar membuat Ratu Elizabeth I mempercayakan mengirim duta sekelas Sir Thomas R ke India.
Mata uang perak dirham di masa Akbar
Selain itu, Akbar dikenal sebagai sultan yang mencitai seni dan budaya. Bangunan-bangunan besar di masanya masih menjadi bukti dan tegak kokoh hingga hari ini, seperti Benteng Merah di Akra yang membentang sejauh 10 kilometer.
Meski seorang yang buta huruf, namun Akbar menyimpan manuskrip buku tak kurang dari 24.000 buku. Ia kerap mengundang ulama dan cendikiawan ke perpustakaannya tersebut.
Selain dikenal sebagai raja agung, sosok Akbar juga dikenal kontroversial. Meski ia seorang yang buta huruf, namun Akbar terkenal sebagai pemikir liberal dan menghargai perbedaan pendapat, serta senang berbincang soal filsafat dan sufitik.
Pemikiran ini juga tercermin dari kebijakannya. Akbar menghapus pajak jizyah atas non muslim di masanya. Dan sebagaimana diceritakan dalam film kontroversial di atas, Akbar pun menikahi wanita Hindu, Jodha.
Jodha atau Miryamus Zaman
Sebagian sejarawan justru menggambarkan biografi akbar yang lebih radikal. Akbar disebut-sebut menganut sinkretisme yang menganggap semua agama itu sama. Ia menghapus kebijakan jizyah, zakat, melarang naik haji, melarang pelajaran Bahasa Arab, dan menutup banyak madrasah Islam. Bahkan, Akbar disebut-sebut telah mendirikan agama baru yang dinamai sebagai Agama Akbari atau Agama Ilahi yang mengajarkan sinkretisme. Namun hal ini tentu saja harus dibuktikan dengan penelitian lebih lanjut agar tidak menjadi tuduhan tanpa dasar.
Jodha
Demikianlah sosok Akbar yang kontroversial itu. Lalu siapakah Jodha? Dengan mengenyampingkan kontroversi sejarah di atas, kalau pun benar, Jodha merupakan salah bagian romantis dari kehidupan Akbar.
Akbar memiliki 4 orang istri, yaitu Ruqayyah, Salimah, Miryam (yang kemudian disebut sebagai Jodha Bai Akbar) dan Sakinah. Di antara 4 istri tersebut, konon Jodha lah yang paling ia cintai. Kecantikan dan kemerduan suara Jodha membuat Akbar takluk. Karena menghormati agamanya, Akbar mendirikan sebuah kuil pribadi untuk Jodha di istana.
Nah, demikian sekelumit tentang sejarah Jodha Akbar. Semoga bermanfaat!
sumber :https://iwanblog.wordpress.com/
No comments :
Post a Comment