Nama Imam Syafi'ie kadung kesohor di kalangan dunia hitam Jakarta. Era 1950an menjadi titik dimana namanya mencuat. Bang Pi'ie begitu dia disapa, mampu menundukkan para preman di Jakarta agar tidak berbuat onar. Maklum lima tahun setelah proklamasi kemerdekaan, Kota Jakarta mulai digeruduk kaum urban dari berbagai daerah.
Waktu itu, banyak orang daerah berduyun-duyun ke Jakarta mencoba mencari peruntungan rizki. Hal itu justru berdampak negatif. Lima tahun setelah kemerdekaan kondisi ekonomi Indonesia masih belum stabil. Di saat urbanisasi besar-besaran aksi kejahatan di Jakarta semakin meningkat.
"Jakarta tempo dulu belum dapat menyediakan lapangan kerja," kata Bang Pi'ie seperti ditirukan anak dari istri ke-empatnya, Edi Syafi'ie saat berbincang dengan merdeka.com di Hotel Milenium, Tanah Abang, Jakarta Pusat, kemarin.
Begitu cikal-bakal Bang Pi'ie akhirnya mendirikan organisasi bernama Kobra alias Korps Bambu Runcing. Era 1950an merupakan awal pijakan kehidupan di negeri ini pasca-perang dengan penjajah. Para pejuang dulu ikut melawan penjajah kembali ke Jakarta. Sebagian dari mereka dapat masuk ke TNI AD, AU dan AL serta kepolisian. Namun tak sedikit dari bekas pejuang itu kembali ke profesinya masing-masing.
Pada situasi itu, tingkat kejahatan di Jakarta mulai meningkat. Aksi kriminalitas seperti pencopetan, perampokan dan penodongan sudah menjadi makanan setiap hari bagi sebagian pendatang maupun warga Jakarta. Maklum, saat itu Kepolisian juga baru berdiri dan belum terorganisasi dengan rapih dan baik.
Saat malam, jalan di Jakarta menjadi mencekam. Bang Pi'ie saat itu mengatakan kepada petinggi Angkatan Darat dan Kepolisian, jika dia mampu menurunkan angka kriminalitas. Lantas Bang Pi'ie menjabarkan caranya menekan angka kejahatan.
Bang Pi'ie mengumpulkan dan memanggil seluruh anak buahnya berisi para jawara untuk berkumpul di wilayah Senen. Kepada anak buahnya, Bang Pi'ie mengatakan jika dia ingin mendirikan Organisasi Kobra. Tujuannya meredam tingkat kejahatan yang mulai tak terkendali. "Tujuannya meredam dan menurunkan tingkat kejahatan," terang Edi.
Hanya dalam waktu 1,5 bulan setelah di bentuk, nama Kobra mulai jadi bahan pembicaraan hampir di seluruh Jakarta. Dalam waktu 3 bulan seluruh tindak kejahatan berhasil diturunkan. Hampir seluruh tempat tahanan kota tak mampu menampung para pelaku kejahatan.
Sebagai solusi untuk menekan kriminalitas, para pelaku kejahatan yang notabene penganguran itu lantas diberi pekerjaan. Sebagian ada yang menjadi kuli angkut di Pasar Senen. Sebagian lagi ada yang menjadi keamanan. "Itu yang tidak diprediksi," ujar Edi.
Sebagian anggota Kobra merupakan bekas anak buah Bang Pi'ie ketika perang dulu. Sayang, setelah kemerdekaan banyak di antara pejuang itu yang tidak mendapat tempat di militer. Agar mereka tak 'salah jalan', Bang Piie lantas mengumpulkan mereka dalam Organisasi Kobra itu. Mereka dikoordinir untuk menjaga wilayah area masing-masing mulai dari kelurahan hingga kecamatan.
Sebagai imbalan, organisasi Kobra menerima iuran saban bulan. Iuran itu tidak ditentukan tergantung kekuatan dari pembayar. Biasanya, para cukong atau pemilik toko senang jika ada anggota Geng Kobra ikut bekerja di tokonya. Selain menjaga keamanan, mereka juga bertugas menangkap pelaku kejahatan.
Dalam menjalankan organisasi itu bang Pi'ie dibantu oleh tangan kanannya. Adalah Letnan Dua Achmad Benyamin atau dikenal Mat Bendot dan Letnan Dua Supardi Simbda dan Lettu Saumin sebagai wakil ketua harian. Saat mendirikan organisasi itu, Bang Pi'ie duduk sebagai ketua umum sedangkan ketua hariannya dijabat oleh Mat Bendot.
"Tugas mereka mendata semua kelompok kejahatan di wilayah masing-masing," ujarnya.
Berkat berdirinya organisasi Kobra ini, situasi di Jakarta saat itu mulai bisa berjalan normal. Roda perekonomian dan ketakutan masyarakat terhadap kejahatan menjadi berkurang.
No comments :
Post a Comment