Tuesday, March 10, 2015

Norman Reddaway dan Skenario Penggulingan Bung Karno 1964-1966

Bagi yg mengikuti kisah2 sejarah seputar peristiwa G30S pasti pernah mendengar tentang DOKUMEN GILCHRIST. Dokumen Gilchrist adalah sebuah dokumen yang dahulu banyak dikutip surat khabar pada era tahun 1965 yang sering digunakan untuk mendukung argumen untuk keterlibatan blok Barat dalam penggulingan Soekarno di Indonesia. Namun dokumen tersebut kemungkinan besar palsu atau sebenarnya tidak ada. Dokumen ini konon sebenarnya berasal dari sebuah telegram dari Duta Besar Inggris di Jakarta, Sir Andrew Gilchrist, yang ditujukan kepada Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris (British Foreign Office). Telegram ini mengacu pada rencana gabungan intervensi militer AS-Inggris di Indonesia.


Ternyata dokumen tersebut memang palsu, bahkan sengaja dibuat oleh Kementerian Luar Negeri Inggris dengan tujuan utama menghambat perkembangan komunis di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Dalam sebuah artikel "Indonesia: They lied to put a killer in power" di koran Inggris, The Independent, tulisan Paul Lashmar dan James Oliver dan dipublikasikan pada 16 April 2000.

Media internasional secara sistematis dimanipulasi oleh intelijen Inggris sebagai bagian dari plot untuk menggulingkan Presiden Soekarno pada tahun 1960an, demikian menurut dokumen Kementerian Luar Negeri Inggris (British Foreign Office). BBC, The Observer dan kantor berita Reuter semua dikerahkan untuk menyebarkan berita2 yg dirancang oleh agen2 Kementerian Luar Negeri Inggris.

Lord Denis Healey, Menteri Pertahanan Inggris pada masa itu, mengakui bahwa perang intelijen telah berlangsung tak terkendali di Indonesia. Suatu ketika Inggris menempatkan dokumen2 palsu pada mayat tentara yang tewas di Borneo (Konflik Dwikora, red.). Healey bahkan sampai harus mencegah panglima tentara Inggris mengambil tindakan militer. "Saya tidak mengijinkan RAF menjatuhkan satu bom sekalipun mereka sangat ingin melakukannya", kata Healey.

Pada tahun 2000, 34 tahun setelah Bung Karno jatuh dan hampir setengah juta orang terbunuh akibat penghancuran PKI yg dituduh melakukan aksi makar dalam peristiwa G30S pada tahun 1965-1968, KemLu Inggris akhirnya mengungkapkan fakta tentang kampanye2 kotor yg dikendalikan dari London, dan bagaimana para jurnalis dunia telah dimanipulasi.

Sebuah surat bertanda "rahasia dan pribadi" dari pakar propaganda dari Departemen Penelitian Informasi KemLu Inggris (IRD) Norman Reddaway ditujukan kepada Duta Besar Inggris, Sir Andrew Gilchrist, mengungkap tentang kampanye yg bertujuan mengacaukan Bung Karno dengan menyarankan pemerintahnya akan mengarah kepada kudeta oleh komunis. Termasuk adanya informasi tak berdasar tentang adanya rencana pembantaian penduduk Jakarta.

Reddaway ditempatkan di Singapore pada tahun 1964 untuk meningkatkan upaya Inggris menggulingkan Bung Karno. Reddaway kemudian menyusun kampanye ekstensif penyebaran berita2 palsu dengan melibatkan berbagai kantor berita, koresponden internasional, BBC dan Encounter (majalah berpengaruh untuk intelijensia liberal, yang didanai dan dikontrol oleh CIA). Bahkan Reddaway mengaku telah membujuk harian The Observer untuk menyiarkan berita dengan mengambil sudut pandang KemLu Inggris tentang kudeta tersebut sebagai "kid glove coup without butchery" (kudeta tak terencana dengan baik tanpa algojo yg tepat).

Sebuah dokumen resmi kabinet Inggris yg berkuasa saat itu, dan baru saja ditemukan, mengungkapkan bahwa agen-agen rahasia Inggris, termasuk MI6, telah mendukung kelompok2 separatis Islam dan kelompok2 lainnya untuk menggoyang pemerintahan Indonesia saat itu.

Dokumen2 rahasia (yg terpisah dari pengakuan Reddaway) ditemukan oleh David Easter, seorang sejarahwan dari London School of Economics (LSE). Penelitiannya yg dipublikasikan di jurnal "Intelligence and National Security" edisi April 2000 mengungkapkan bahwa komite kebijakan pertahanan dan luar negeri telah meminta kepala MI6, Dick White, untuk menyusun rencana operasi rahasia (covert op) terhadap Indonesia pada tahun 1964. Easter mengatakan bahwa operasi2 tersebut akan dimulai pada musim semi 1964 dan termasuk penyediaan senjata kepada kelompok2 separatis di Aceh dan Sulawesi.

Kegiatan2 ini dilancarkan melalui kampanye propaganda yg dikendalikan oleh IRD dari Markas Besar Timur Jauh di Singapore, yg memiliki hubungan erat dengan MI6. Unit ini berada di balik isu bahwa Bung Karno dan dukungannya kepada PKI akan menjurus kepada kediktatoran komunis di Indonesia.

Reddaway menjadi aktor penting dalam operasi ini. Suratnya, yg ditulis pada Juli 1966, yang dirilis kepada Churchill College, Cambridge, yg menyimpan surat2 pribadi Sir Andrew Gilchrist.

Lord Healey mengungkapkan tentang kampanye pengacauan informasi ini, dan berkata, "Norman Reddaway punya kantor di Singapore. Mereka mulai menyebarkan informasi2 palsu dan saya takut bahwa pada satu kesempatan, mereka akan meletakkan dokumen2 palsu pada mayat2 tentara Indonesia. Saya menentang Reddaway dalam hal ini."

"Rencana kuncinya di sini adalah Indonesia menyusupkan pasukan ke Borneo dan mengorganisir kudeta terhadap Sultan Brunei, yg memiliki perjanjian keamanan dengan kita. Sehingga kita bereaksi sama. Saya rasa sudah kita ketahui bersama bahwa British Special Forces (SAS, SBS dan Gurkha) digunakan untuk menghalau serbuan Indonesia. Namun semua dilakukan di darat. Saya tidak akan mengijinkan RAF menjatuhkan satu bom pun meski mereka sangat ingin terlibat."

Lord Healey membantah mengetahui secara pribadi tentang kampanye MI6 yg lebih luas untuk mempersenjatai lawan2 Bung Karno. Namun dia menambahkan, "Saya pasti akan mendukungnya."

Menurut seorang pakar keamanan terkemuka Inggris, Professor Richard Aldrich dari Nottingham University, episode ini menunjukkan operasi pasca perang Inggris yang paling efektif. "Operasi ini merupakan pencapaian tertinggi operasi klandestin Inggris", menurut Aldrich. "Berbeda dengan CIA, mereka masih akuntabel secara politis dan rendahan. Inggris memiliki preferensi menyuap orang ketimbang menghasut mereka."
Sumber:http://forum.viva.co.id/index2.php

No comments :

Post a Comment