Pada suatu hari, Rasulullah S.a.w. keluar dari rumahnya bersama Ali
hingga perjalanan mereka berdua sampai di Ka’bah. Kemudian Rasulullah
S.a.w. memerintahkan Ali dengan bersabda, “Jongkoklah”, kemudian
Ali pun jongkok. Setelah itu Rasulullah S.a.w. lalu memanjat kedua
pundak Ali untuk naik ke atas Ka’bah. Namun karena Usia Ali masih
kanak-kanak dan fisiknya lemah, maka ia tidak mampu berdiri menanggung
beban badan beliau. Setelah Nabi S.a.w. turun lagi dan berkata kepada
Ali, “Kamu naiklah ke kedua pundakku.” Mendapatkan perintah ini,
Ali pun lalu naik ke pundak beliau dan beliau kemudian bangkit dengan
posisi mengangkat Ali hingga Ali dapat naik di atas Ka’bah yang telah
dipenuhi berbagai macam patung yang terbuat dari tembaga. Kemudian ia
memporak-porandakan patung-patung tersebut.
Setelah patung-patung di atas Ka’bah porak-poranda, Ali bergegas turun
dan mereka berdua dengan segera meninggalkan tempat tersebut. Mereka
berjalan mengendap-endap lalu menyelinap agar tidak ada orang yang
melihat mereka. Mereka berdua kemudian bersembunyi di rumah karena
khawatir langkah mereka diketahui orang banyak.
Namun melaksanaan perintah Nabi S.a.w. yang lain, tidur menempati
ranjang beliau di malam hijrah, adalah satu hal yang paling berresiko
dilaksanakan Ali sepanjang hidupnya. Akan tetapi, mari kita simak
bersama secara seksama peristiwa apa yang sedang berlangsung pada malam
itu.
Pada malam itu, jagoan orang-orang musyrik Makkah berdatangan dari
segala penjuru sedang mengelilingi rumah Rasulullah S.a.w. membentuk
pagar betis karena hendak membunuh beliau. Dalam kondisi mereka sedang
berjaga-jaga ini, Allah kemudian membuat mereka semua tertidur sejenak
sehingga Rasulullah S.a.w. dapat keluar dari rumahnya tanpa ada seorang
pun dari mereka yang dapat melihat beliau. Kemudian beliau menebar pasir
di kepala mereka. Setelah sampai di tempat Ali, beliau bersabda kepada
Ali,
“Kamu tidurlah di ranjangku dan tutupilah dirimu dengan selimut tidur
yang biasa aku kenakan. Sesungguhnya tidak akan terjadi apa-apa pada
dirimu.”
Ali pun lalu masuk dan tidur di ranjang beliau dengan mengenakan selimut
sebagaimana yang dikenakan beliau sebelumnya sewaktu tidur.
Dari sini dapat dipahami bahwa Ali telah memperoleh kehormatan yang
mulia. Ia tidur di ranjang beliau tanpa merasa takut sedikit pun dari
orang-orang kafir Quraisy yang tengah bersiaga penuh di depan pintu
rumah Rasulullah S.a.w. hendak membunuh beliau dengan pedang di tangan
mereka. Dalam kondisi semacam ini, jiwa Ali merasa tenang tanpa merasa
gentar pada keganasan Abu Jahal berikut teman-temannya karena Nabi
S.a.w. telah berjanji bahwasanya mereka semua tidak akan mampu menyakiti
Ali.
Setelah Rasulullah S.a.w. meninggalkan rumah untuk berhijrah,
orang-orang musyrik lalu masuk ke rumah beliau itu. Namun tatkala mereka
membuka selimut badan orang yang berbaring di ranjang incaran mereka,
betapa terkejutnya mereka. Karena bukannya menemukan orang yang mereka
targetkan, yaitu Nabi S.a.w., tetapi mereka justeru mendapati Ali.
Dengan geram mereka kemudian bertanya kepada Ali, “Dimana Muhammad?” Ali pun menjawabnya dengan tenang dan percaya diri, “Aku tidak mengetahuinya.”
Sesungguhnya jawaban yang diberikan Ali ini merupakan tehnik yang ia
pelajari dari Rasulullah S.a.w.. Hal ini bisa terjadi karena adanya
perasaan percaya akan janji Allah kepada Nabi-Nya bahwasanya dirinya
tidak akan mendapatkan penganiayaan sedikit pun. Dan yang demikian ini
adalah termasuk sifat kaum mukminin yang benar-benar beriman.
Sementara itu, di luar sana, Nabi S.a.w. telah berangkat menuju Madinah.
Sedang Ali tetap tinggal di Makkah untuk mengembalikan barang titipan
dan amanat kepada pemiliknya yang ditinggalkan oleh Nabi S.a.w.. Dan
sungguh, Ali adalah seorang yang kuat lagi dapat dipercaya.
Sumber:http://www.ceritahikmah.web.id/
Sumber:http://www.ceritahikmah.web.id/
No comments :
Post a Comment